SILOGISME HIPOTESIS


Silogisme hipotetis adalah silogisme yang memiliki premis mayor berupa proposisi hipotetis (jika), sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris.

1. Silogisme Kondisional

Adalah silogisme yang mempunyai premis mayor berupa proposisi kondisional, sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris. Contoh:

Jika ada hidup, maka ada perjuangan

Hidup ini ada

Jadi, ada perjuangan

Catatan: Pada kalimat “Jika ada hidup, maka ada perjuangan”

Jika ada hidup --> ANTESEDENS

maka ada perjuangan --> KONSEKUENS

1.1 Modus Ponen

Jika antesedens cocok untuk premis minor, maka konsekuensnya harus cocok pula dalam kesimpulannya. Kebenaran yang memengaruhi antesedens memengaruhi kebenaran konsekuensnya.

Contoh 1:

Jika seseorang mengidap kanker, maka ia sakit parah

Budi mengidap kanker

Jadi, Budi sakit parah

Contoh 2:

Jika seseorang mengidap AIDS, maka ia mengidap penyakit yang menyedihkan

Budi tidak mengidap AIDS

Jadi, ia tidak mengidap penyakit yang menyedihkan

1.2 Modul Tollens

Yaitu jika:

1. konsekuens tidak sesuai maka antesedens harus tidak sesuai
2. jika konsekuens benar, maka antesedens dapat benar dan dapat pula salah

Contoh 1:

Jika seseorang mengidap kanker tulang, ia dapat dinyatakan sakit keras

Maria tidak sakit keras

Jadi, Maria tidak mengidap sakit kanker tulang

Contoh 2:

Jika seseorang menderita rabun jauh, maka ia memerlukan kacamata

Juan memerlukan kacamata

Jadi, ia menderita rabun jauh

2. Silogisme Disjungtif

Adalah silogisme yang memiliki premis mayor berupa proposisi disjungtif (atau), sedangkan premis minor dan kesempulannya berupa proposisi kategoris.

Contoh 1:

Munir akan pergi kuliah atau nonton film

Ia ternyata pergi kuliah

Jadi, ia tidak pergi nonton film.

Contoh 2:

Semua napi bersifat manusiawi atau kejam

Napi Budi itu kejam

jadi, ia itu tidak manusiawi

Pedebatan adu argumentasi yang terjadi antara Socrates dan Plato dengan kaum Sofis (kelompok guru profesional di masyarakat Yunani abad ke-6 SM) menjadi kajian yang sangat menarik bagi Aristoteles untuk menganalisis penggunaan bahasa dan bentuk-bentuk pemikiran. Ditemukan oleh Aristoteles bahwa bahasa sangat terkait dengan penalaran manusia; bahwa bahasa adalah lambang pemikiran; bahwa terdapat kaidah-kaidah berpikir yang universal dan dapat menguji kesahihan bentuk-bentuk penalaran.

Mengenai bentuk penalaran, Aristoteles juga menemukan dua (2) alur atau cara berpikir, yaitu analitika dan dialektika. Analitika merupakan cara berpikir yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar lalu membuat kesimpulan. Dialektika merupakan cara berpikir yang bertitik tolak dari hipotesa menuju penyimpulan yang bersifat mungkin. Dua istilah ini, analitika dan dialektika, kini menjadi bagian dari ilmu yang sekarang disebut logika. Oleh karena itu, Aristoteles boleh dipandang sebagai penemu logika yang memainkan peranan penting dalam sejarah intelektual umat manusia. Aristoteles sendiri tidak menyebutnya dengan logika melainkan analitika. Hal ini menunjukkan kecendrungan cara berpikir Aristoteles yang analitik yang dicirikan dengan keketatan dan jelasnya penggunaan term-term.

Menurut McKeon dalam Introduction to Aristotle (The Modern Library, New York, 1947), tulisan-tulisan logika Aristoteles terdapat pada enam buku yang kemudian secara tradisi dikelompokkan menjadi sebuah nama, Organon. Keenam buku asli Aristoteles yang membahas logika itu adalah Categories, On Interpretation, Prior Analytics, Posterior Analytics, Topics, dan On Sophistical Refutations. Buku yang disebut terakhir inilah, On Sophistical Refutations, membeberkan kesalahan-kesalahan penalaran (fallacious argument) yang dilakukan oleh kaum Sofisme. Dalam buku itu, Aristoteles tidak luput pula menyerang kaun Sofis dengan menyebutkan 13 tipe kesesatan dengan perincian: enam (6) kesesatan karena bahasa dan tujuh (7) kesesatan relevansi mengenai materi penalaran.

Sebelum Aristoteles, Socrates dan Plato telah menggunakan prinsip-prinsip logika dalama rgumen-argumen mereka, bahkan, termasuk kaum Sofis, meski yang terakhir ini memakainya secara keliru untuk menyesatkan penalaran. Seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan Socrates telah mengandung unsur-unsur logika. Misalnya, pernyataan Socrates: "Setiap kebajikan adalah kesalehan, tapi tidak setiap kesalehan adalah kebajikan", telah mempekenalkan pengertian genus (kesalehan) dan spesies (kebajikan), dua konsep/pengertian yang kerap dipakai dalam logika Aristoteles. Kalimat Socrates itu identik dengan pernyataan logika: "Setiap anjing adalah binatang, tapi tidak setiap binatang adalah anjing. Karena, binatang adalah genus, sedangkan anjing adalah spesies atau anggota dari genus binatang.

Upaya pencarian definisi umum pengertian-pengertian etis Socrates juga telah mengandung makna identitas dari masing-masing pengertian etis tersebut. Lalu, oleh Aristoteles pengertian-pengertian ini diperluas mencakup entitas-entitas lain, tidak terbatas pada etika. Dengan menganalisis definisi, spesies, genus, muncullah istilah kategori yang didefinisikan sebagai 'ultimate concept', yaitu pengertian yang sifatnya paling umum sehingga tidak bisa diturunkan dari pengertian lain. Ada sepuluh (10) kategori menurut Aristoteles, yaitu substansi (contoh: manusia), kuantitas (contoh: dua), kualitas (bagus), relasi (separuh), tempat (di toko), waktu (sekarang), keadaan (berdiri), posesi (bersepatu), aksi (membakar), dan pasivitas (terbakar).

Pengaruh ajaran Plato juga nampak dalam buku Aristoteles, Prior Analytics. Dalam buku itu termuat bahwa Aristoteles menemukan bentuka penalaran yang bergerak dari universal ke partikular yang disebut dengan silogisme (syllogismos=syllogismos). Silogisme adalah pola berpikir deduktif yang memiliki kebenaran pasti dan niscaya; berangkat dari hal-hal umum menuju hal-hal khusus. Kesahihan deduksi tidak tergantung kepada pengalaman inderawi, tapi semata-mata kepada konsistensi rasio.

Dengan demikian, silogisme Aristoteles boleh dipandang sebagai perkembangan dari "silogisme lemah" Plato, dengan pengertian bahwa prinsip silogisme Aristoteles telah digunakan secara umum dan sistematis. Berikut disajikan perbandingan keduanya :

Silogisme lemah Plato:

Dunia Idea-Idea adalah universal
Keadilan mengandung Idea

Jadi, keadilan mengandung (nilai) universal

Silogisme umum Aristoteles:

Semua manusia akan mati (Premis mayor)
Socrates adalah manusia (Premis minor)
Jadi, Socrates akan mati (Konklusi)

0 comments:

Posting Komentar

News Prabuwanayasa. Diberdayakan oleh Blogger.